Pep Guardiola tidak memiliki banyak masalah dalam menerapkan sepakbola berbasis penguasaan bola di Barcelona dan dirinya segera mendapatkan hasil fantastis dengan strateginya itu. Di Spanyol, sang pelatih ini mengajari anak-anak bahwa menguasai kepemilikan bola di kaki mereka adalah senjata paling utama untuk menghancurkan lawan, maka Pep dan para pemainnya pun siap untuk meraih sukses dengan gaya bermain ini.
Di Bayern Munich, tim ini cenderung untuk menguasai kepemilikan bola sebanyak yang mereka bisa. Louis van Gaal dan Juup Heynckes membentuk tim dengan berdasar penguasaan bola seperti Barcelona dan itulah sebabnya Guardiola mampu dengan mudah memperbaiki pekerjaan para pendahulunya hingga dirinya mampu menciptakan tim sepak bola yang nyaris hampir sempurna.
Namun halnya di Inggris yang memiliki perbedaan kultur sepakbola dan Pep tahu akan hal itu. Sepakbola gaya Inggris cenderung mempertahankan permainan bola-bola panjang, eksekusi bola-bola mati dan lemparan kedalam adalah sesuatu yang tidak biasa dia lakukan di dua klub sebelumnya, namun dirinya terpaksa berubah saat beradaptasi di liga "khusus" ini dimana keduanya [eksekusi bola mati dan lemparan kedalam] merupakan salah satu opsi yang bisa dipakai untuk menyerang.
Jadi begitulah cara Anda melakukan penyerangan dengan jumlah pemain yang Anda ikutsertakan dalam prosesnya. Jika kita melihat ke belakang 30 tahun lalu kita menemukan bahwa metode paling sukses di Liga Premier adalah gaya ofensif tanpa henti yang dioperasikan dengan sempurna oleh Manchester United era Sir Alex Ferguson. Manchester United menjadi penguasa Liga Premier Inggris dengan gaya ofensif tanpa henti yang dimotori oleh Eric Cantona dan anggota 'Class of 92' seperti David Beckham, Ryan Giggs, Paul Scholes, Nicky Butt dan Gary serta Phill Neville.
Setelah menjalani musim pertama yang sulit di Manchester City dimana pendekatan defensif atau sepak bola berbasis kepemilikan bekerja bagi skuad Pep di Liga Primer dan Liga Champions, dia menyadari ada sesuatu yang perlu diubah dalam skuad Manchester City yang dia latih. Guardiola adalah sosok manajer yang bernaluri menyerang dan solusinya tentu saja disesuaikan dengan gaya bermainnya yang ofensif.
Tiki-taka Barcelona telah dimodifikasi menjadi gaya yang lebih vertikal, di mana penetrasi dari sisi luar dan umpan terobosan ke posisi sayap menciptakan lebih banyak peluang per pertandingan. Pep telah berhasil memoles pemainnya untuk berpikir secara cepat dalam pengambilan keputusan yang tepat. Dia menggabungkan ini semua dengan pemain-pemain yang memiliki kecepatan yang bisa menyelesaikan semua peluang dengan kualitas yang sama dengan yang dimiliki oleh penyerang utamanya Sergio Agüero.
Guardiola bisa saja menguasai Liga Premier dengan gaya yang berbeda, seperti Chelsea nya Mourinho pada musim 2014/2015, atau Manchester City di bawah asuhan Roberto Mancini pada tahun 2012 dan Manuel Pellegrini pada 2014, namun dia mampu membuktikan bahwa dirinya cukup pintar untuk bisa menciptakan sendiri gaya permainannya yang berbeda dengan para pendahulunya. Setelah menjalani 14 pertandingan liga dengan hasil 13 kemenangan dan mencetak 44 gol serta hanya kebobolan delapan gol, Manchester City adalah tim yang paling menghibur di benua biru ini. Manchester City juga adalah tim yang paling efektif di Liga Premier Inggris. Kemenangan terakhirnya melawan Southampton dengan skor 2-1 semakin memperbesar peluang Manchester CIty untuk meraih gelar Liga Premier musim ini sebagaimana dilansir dari kompas.com [30/11/2017].
Kemampuan mempelajari budaya tempat kita bekerja serta kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan setiap momen yang ada adalah dua hal penting yang harus dimiliki oleh seorang manajer untuk bisa meraih kesuksesan di mana pun dia berada. Bahkan jika Anda adalah sosok manajer asing yang berada di sebuah liga "istimewa" seperti Inggris. Pep Guardiola tetap setia pada dirinya sendiri, dia mampu menciptakan sebuah pendekatan yang sesuai dengan pemainnya dan serupa dengan rival sekotanya yang berhasil merebut rentetan gelar juara Premiership selama dua dekade berturut-turut dengan prinsip-prinsip Sir Alex Ferguson.